Selasa, 11 Februari 2014

Pendekatan Kontekstual, Pemecahan Masalah Matematika, Persamaan Linier Dua Variabel.

ABSTRAK

Kata Kunci : Pendekatan Kontekstual, Pemecahan Masalah Matematika, Persamaan Linier Dua Variabel. Tutup
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan untuk peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam pengelolaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel.Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian ini dilaksankan di SMP Negeri 1 Kabupaten Pidie Tahun Pelajaran 2011/2012 yaitu kelas VIII-A yang berjumlah 36 siswa. Cara pengambilan data adalah melalui post tes dan observasi. Post test berbentuk uraian yang dilakukan pada setiap akhir siklus yang terdiri dari 4 soal. Observasi bertujuan untuk melihat kemampuan peneliti dalam pengelolaan pembelajaran yang dilakukan peneliti. Hasil analisis Siklus I di kelas VIII-A Persentasi kategori siswa Pada Siklus I yang berkemampuan sangat tinggi 0%, kemampuan tinggi 11% atau 4 orang, kemampuan sedang 31% atau 11 orang, kemampuan rendah 33% atau 22 orang dan kemampuan sangat rendah 25% atau 9 orang. Sedangkan pada siklus II yang berkemampuan sangat tinggi 28% atau 10 orang, kemampuan tinggi 25% atau 9 orang, kemampuan sedang 33% atau 12 orang, kemampuan rendah 6% atau 2 orang dan kemampuan sangat rendah 8% atau 3 orang dari Post Test I nilai rata-ratanya adalah 61,53 siswa yang tuntas belajar sebanyak 10 orang atau 28%, sedangkan yang tidak tuntas belajar 26 orang atau 72%. Pada Siklus II, pelaksanaan Post Test II nilai rata-rata 77,92% siswa yang tuntas dalam belajar dari sebanyak 31 orang atau 86% sedangkan yang tidak tuntas belajar sebanyak 5 orang atau 14%.Dari hasil analisis siklus I dan siklus II tersebut dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, yang berarti terjadi peningkatan hasil belajar siswa dalam mempelajari  materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Berdasarkan hasil observasi pada setiap pertemuan, kemampuan peneliti dalam pengelolaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual sudah baik. Oleh karena itu kepada guru bidang studi Matematika supaya menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran agar siswa lebih aktif belajar dan sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang disertai dengan peningkata hasil belajar siswa.








KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT  atas segala karunia dan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel Dengan Menggunakan Pendekatan Kontekstual”.
Selawat dan salam penulis sanjung sajikan kepada Baginda Rasulullah SAW sebagai suri tauladan umat yang senantiasa memberikan ilmu dan pengetahuan sampai wafatnya beliau.Semoga kita yang senantiasa menuntut ilmu dan mengamalkannya dalam rangka menegakkan syariat islam akan mendapatkan Syafa’at Beliau di Yaumil Kiamah kelak. Amin.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini belumlah sempurna dimana tidak lepas dari kesalahan-kesalahan karena itu penulis mengharapkan tutur kata saran dan masukan yang membangun sehingga akan menjadi bahan perbaikan bagi skripsi ini. Didalam penyelesaian Skripsi ini juga tidak lepas dari peran dan bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis ingin menyampaikan terimakasih yang utama buat Ibunda tercinta atas do’a-do’a yang telah diberikan dan ucapan terimakasih teristimewa buat istri saya ” .................................... ” yang telah memberikan support lahir dan bathin kepada penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini. Penulis ucapkan juga terimakasih kepada :
  1. Bapak ....................................... selaku Rektor UNIGHA beserta seluruh staf
  2. Bapak ....................................... selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNIGHA beserta staf.
  3. Bapak ....................................... selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika UNIGHA beserta staf
  4. Bapak B....................................... selaku Pembimbing Skripsi penulis
  5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen selaku pembimbing Akademis selama penulis menjalankan perkuliahan di UNIGHA
  6. Bapak Drs. H. Safwadi selaku Kepala SMP Negeri 1 Mila sebagai tempat mengajar dan sekaligus melakukan penelitian skripsi ini
  7. Seluruh keluarga dan saudara yang telah memberikan bantuan baik moral maupun materil kepada penulis
  8. Seluruh kawan dan sahabat di UNIGHA yang telah membantu penulis selama ini.




Sigli,      Januari  2012
Penulis,


















DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................           i
ABSTRAK ............................................................................................           iii
DAFTAR ISI ........................................................................................           vi
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................           1
1.1.      Latar Belakang...............................................................................           1
1.2.      Identifikasi Masalah.......................................................................          7
1.3.      Pembatasan Masalah......................................................................           7
1.4.      Rumusan Masalah..........................................................................          7
1.5.      Tujuan Penelitian............................................................................          8
1.6.      Manfaat Penelitian.........................................................................           8         

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................         10
2.1.      Belajar dan Pembelajaran Matematika...........................................         10
2.2.      Kemampuan Pemecahan Masalah..................................................         12
2.3.      Pendekatan Kontekstual ...............................................................         13        
2.3.1  Kontruktivisme (Contruktivism)...........................................         14
2.3.2  Menemukan (Inquiri).............................................................         16         
2.3.3  Bertanya (Questioning).........................................................         17        
2.3.4  Masyarakat Belajar (Learning Community)..........................         17        
2.3.5  Pemodelan (Modelling).........................................................         18        
2.3.6  Refleksi (Reflection).............................................................         19        
2.3.7  Penilaian Sebenarnya (Autentik Assesmen)..........................         20        
2.4.      Pengelolaan Kelas..........................................................................         21
2.5.      Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV)..........................         22        
2.5.1  Persamaan Linier Satu Variabel............................................         23
2.5.2  Persamaan Linier Dengan Dua Variabel...............................         25
2.5.3  Sistem Persamaan Linier Dengan Dua Variabel (SPLDV)...         27
2.6.      Kerangka Konseptual.....................................................................          30
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................           33      
3.1.      Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian.........................................          33
3.2.      Populasi dan Sampel Penelitian......................................................           33      
3.2.1  Populasi Penelitian................................................................           33
3.2.2  Sampel Penelitian..................................................................           33
3.3.      Jenis Penelitian...............................................................................           33
3.4.      Prosedur Penelitian.........................................................................           34
3.5.      Teknik Pengumpulan Data.............................................................           37
3.5.1  Tes.........................................................................................           37      
         3.5.2 Lembar Observasi..................................................................           37
3.6.      Teknik Analisa Data.......................................................................           38
3.6.1  Mereduksi Data.....................................................................           38
3.6.2  Nilai Tes................................................................................           38
3.7.   Hasil Observasi...............................................................................           41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………...           42
4.1.   Hasil Penelitian ………………………………………………….            42
BAB V   KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………           60
5.1.   Kesimpulan  ……………………………………………………...           60
5.2.   Saran ……………………………………………………………..           60
DAFTAR PUSTAKA

















DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1.    Penelitian tindakan Model Kemmis & MC Tanggart...............     26
Gambar 4.1.    Histogram nilai rata-rata, siswa yang tuntas dan tidak tuntas
dalam belajar siklus I dan siklus II...........................................     45
Gambar 4.2.    .................................................................................................. Histogram kemampuan pemecahan masalah matematika
....................... Siswa (siklus I dan siklus II)....................................................     45
















DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel   3.1    Klasifikasi Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa......    28
Tabel   4.1    Nilai Minimum, Nilai Maksimum Dan Rata-Rata Siswa
Berdasarkan Nilai Post Tes I.......................................................    36
Tabel   4.2    Persentase Kategori Siswa Berdasarkan Nilai Post Tes I............    36
Tabel   4.3    Persentase Ketuntasan Belajar Berdasarkan Nilai Post Tes I......    36
Tabel   4.4    Nilai Minimum, Nilai Maksimum Dan Rata-Rata Siswa 
Berdasarkan Nilai Post Tes II......................................................    40
Tabel   4.5    Persentase Kategori Siswa Berdasarkan Nilai Post Tes II...........    40
Tabel   4.6    Persentase Ketuntasan Belajar Berdasarkan Nilai Post Tes II.....    41
Tabel   4.7    Data Yang Diperoleh Dari Siklus I dan Siklus II........................    41
Tabel   4.8    Peningkatan Kemampuan Siswa dari Siklus I dan Siklus II.......    41

















DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Siklus I
Lampiran 1. Rencana Pembelajaran 1...............................................................      48 Lampiran 2. Rencana Pembelajaran II.................................................................................................      53
Siklus II
Lampiran 3.   Rencana Pembelajaran 1.............................................................     58
Lampiran 4    Rencana Pembelajaran II............................................................     63
Lampiran 5    Pre Test.......................................................................................     68
Lampiran 6    Kunci Jawaban Pre Test.............................................................     69
Lampiran 6.   Lembar Aktivitas Siswa 1..........................................................     72
Lampiran 7.   Kunci Jawaban LAS-1...............................................................     74
Lampiran 8.   Lembar Aktivitas Siswa 2..........................................................     77
Lampiran 9.   Kunci Jawaban LAS-2...............................................................     82
Lampiran 10. Instrumen Penelitian Post Test I................................................     92
Lampiran 11. Kunci Jawaban Instrumen Penelitian Post Test I.......................     94 
Lampiran 12. Instrumen Penelitian Post Test II...............................................     98  
Lampiran 13. Kunci Jawaban Instrumen Penelitian Post Test II.....................    100             
Lampiran 14. Kisi – Kisi Test...........................................................................    102
Lampiran 15. Pedoman Penskoran Instrumen Penelitian Post Test.................    103
Pengolahan Data Siklus I
Lampiran 16. Pengolahan Post Test I...............................................................    104
Pengolahan Data Siklus II
Lampiran 17. Pengolahan Post Test II.............................................................    105
Lampiran 18. Hasil Lembar Observasi.............................................................    118
Lampiran 19. Lembar Validasi Soal.................................................................    121             
Lampiran 20. Lembar Validasi Soal.................................................................    122
Lampiran 19. Lembar Validasi Soal.................................................................    123



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang Masalah
Matematika adalah ilmu dasar yang memiliki peran penting dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Peran matematika dalam tujuan umum pendidikan matematika dalam mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan yang berkembang melalui tindakan dasar pemikiran kritis, rasional dan cermat serta dapat menggunakan pola pikir matematika baik dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuaan maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Perlunya memberikan pelajaran matematika kepada siswa karena:(1) Matematika selalu digunakan dalam segala segi kehidupan. (2)Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang disesuaikan (3)Merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas. (4) Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara. (5)Meningkatkan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan. (6)Memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
Kualitas pendidikan matematika Indonesia belum mencapai hasil yang diharapkan. Maka tidak mengherankan bila perestasi belajar matematika perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Selain itu hasil belajar siswa pada bidang studi matematika  kurang mengembirakan seperti yang sering kita dengar dan baca dari media massa pada saat pengumuman hasil Ujian Nasional (UN). Banyak diantara siswa-siswa yang tidak lulus  Ujian Nasional dikarenakan hasil nilai matematika yang di bawah standar penilaian yang telah ditetapkan.
Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika adalah sebagaimana yang diungkapkan Suherman (1993) bahwa: “Dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika merupakan bidang studi yang dinggap paling sulit oleh para siswa, baik yang berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar”.
Selama ini pembelajaran matematika kurang menyentuh kepada substansi pemecahan masalah. Siswa cenderung menghafal konsep-konsep matematika sehingga kemampuan siswa dalam memecahkan masalah sangat kurang.  
               Dalam kelas pada saat proses belajar mengajar berlangsung dapat dirasakan bahwa pelajaran matematika kurang menyentuh perhatian siswa sehingga dirasa sulit untuk menyelesaikan soal-soal pada pelajaran matematika. Siswa hanya menghafal konsep-konsep yang ada dalam rumus-rumus penyelesaian soal-soal matematika, namun sangat sulit bagi siswa untuk memahami semua konsep-konsep ataupun rumus-rumus yang ada dalam pelajaran matematika.
Sistem persamaan linier dengan dua variabel adalah salah satu pokok bahasan matematika yang sulit dikuasai siswa. Sering terjadi kesalahan yang dilakukan oleh siswa terutama pada saat mengerjakan soal-soal sistem persamaan linier dengan dua variabel.
 Ketika siswa diberikan soal misalkan ada dua bilangan dimana jumlah dua kali bilangan pertama dan tiga kali bilangan kedua adalah 11, selisih bilangan pertama dan dua kali bilangan kedua adalah 9, buatlah model matematika dan penyelesaiaannya. Kebanyakan siswa salah dalam mengubah soal kedalam bentuk matematikanya, sehingga penyelesaian akhirnya juga salah. seperti penyelesaian dibawah ini:
Bilangan pertama = x
Bilangan kedua = y
Sehingga diperoleh persamaan x + y = 11 dan x – y = 9
Seharusnya;
Bilangan pertama     = x
Bilangan kedua        = y
3 kali bilangan pertama dan 3 kali bilangan kedua adalah 11
selisih bilangan pertama dan 2 kali bilangan kedua adalah 9
Maka model matematikanya adalah :
2x + 3y = 11
  x - 2y  = 9
Dari penyelesaian yang dilakukan siswa maka dapat disimpulkan bahwa siswa sulit untuk menyelesaikan soal-soal  persamaan linier dua variabel.
Hal ini dipertegas lagi oleh  Suherman (1993) menyatakan bahwa:
Faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar terjadi pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel secara umum adalah siswa yang belum menguasai materi prasyarat seperti operasi hitung pada bilangan real, koordinat cartesius, grafik pada bidang cartesius.

Penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika siswa. Untuk mencapai prestasi belajar yang lebih baik, sebenarnya telah banyak hal disarankan dan diusahakan tetapi pembelajaran cenderung kembali ke cara konvensional, sehingga siswa cenderung kembali pasif.
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa terutama dibidang matematika diantaranya adalah rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi siswa dalam menyelesaikan soal-soal hitungan,labilnya emosi dan sikap pada siswa,terganggunya alat-alat indera seperti mata dan telinga juga tidak didukung oleh faktor ektern siswa seperti lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat ( Syah. 2003).
Pengajaran matematika tidak hanya ditekankan pada kemampuan berhitung saja, tetapi pada konsep-konsep matematika yang berkenaan ide-ide yang bersifat abstrak. Setiap konsep atau prinsip dapat dimengerti secara sempurna jika pada awalnya disajikan dalam bentuk konkret.
Karena matematika merupakan ide-ide yang abstrak yang diberi simbol-simbol maka konsep-konsep matematika harus dipahami lebih dahulu sebelum memanipulasi simbol-simbol itu. Karena itu untuk mempelajari, pengalaman belajar yang lalu akan mempengaruhi proses belajar materi selanjutnya.
Dari kajian di atas, guru hendaknya memilih  pembelajaran yang tepat pada proses belajar mengajar agar tujuan pembelajaran tercapai. Guru diharapakan mengajar dengan berbagai variasi metode pembelajaran atau pendekatan pembelajaran sehingga setiap siswa merasa disapa dan dikembangkan
sesuai dengan intelegensi mereka. Pendekatan yang dipakai tersebut diharapkan dapat melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Siswa tidak hanya duduk, diam, dengar, catat dan hafal. Tetapi harus terlibat secara aktif dengan kata lain pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered).  Salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang dapat memberikan keleluasaan berpikir siswa secara aktif dan kreatif dan melibatkan siswa seutuhnya dalam proses pembelajaran dengan terlebih dahulu membangun pemahaman siswa sendiri dari pengalaman baru berdasarkan pengetahuan awal yang dikemas dalam bentuk kontekstual.
Untuk itu peneliti menggunakan suatu model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan pemecahan masalah siswa yaitu Contextual Teaching and Learning atau pendekatan kontekstual. Contextual Teaching and Learning atau pendekatan kontekstual adalah suatu sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa seseorang akan mampu menyerap materi pelajaran jika mereka dapat menangkap makna dari pelajaran tersebut. CTL merupakan sistem menyeluruh yang terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung yang terdiri dari 7 (tujuh) komponen yaitu kontruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian yang autentik ( Sardiman  2003). Jika setiap bagian-bagian dalam CTL terjalin satu sama lain maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan pada bagian-bagiannya secara terpisah dan melibatkan proses yang berbeda-beda pula, yang ketika digunakan secara bersama-sama memampukan para siswa membuat hubungan yang saling menghasilkan, sejalan dengan tujuan yang termuat dalam Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) pada dasarnya pembelajaran kontekstual bermaksud menata nalar, membentuk sikap siswa, dan menumbuhkan kemampuan menggunakan/menerapkan (Sardiman  2003 ).
Ini berarti dalam proses pembelajaran tidak cukup bila hanya memberi tekanan pada terampil menghitung dan menghitung soal. Perhatian khusus juga harus diberikan pada bagaimana pemahaman dan sikap siswa dapat terbentuk serta kemampuan menerapkan pembelajaran yang merupakan penopang penting  terbentuknya kemampuan siswa untuk memecahkan masalah yang mungkin dihadapinya. Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pendekatan kontekstual ini perlu diterapkan mengingat bahwa sejauh ini pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapal. Dalam hal ini fungsi dan peranan guru masih dominan sehingga siswa menjadi pasif dan tidak kreatif.
Melalui pendekatan kontekstual ini siswa diharapkan belajar dengan cara mengalami sendiri bukan menghapal. Dengan pembelajaran kontekstual maka memungkinkan para siswa memahami arti pelajaran yang mereka pelajari seperti yang dikatakan Sardiman (2003) " Si anak harus menjadikan ide-ide tersebut milik mereka dan harus mengerti penerapannya dalam situasi kehidupan nyata mereka
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis akan melakukan penelitian mengenai “Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Dengan Menggunakan Pendekatan Kontekstual.



1.2.  Identifikasi Masalah.
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah, sebagai berikut:
1.      Rendahnya hasil belajar siswa terhadap pelajaran matematika.
2.      Matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit
3.      Pemakaian pendekatan pembelajaran yang kurang tepat dalam proses belajar mengajar
4.      Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal Sistem Persamaan Linier Dua Variabel masih rendah.

1.3.   Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan masalah, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Dengan Menggunakan Pendekatan Kontekstual.

1.4.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang akan diteliti dan dicari jawabannya berfokus pada peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam pelajaran matematika yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar matematika setelah proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Secara rinci rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Apakah dengan pendekatan kontekstual kemampuan pemecahan masalah siswa dalam pelajaran matematika pada pokok bahasan Persamaan Linier Dua Variabel bisa meningkat?
2.      Faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan siswa dalam pemecahan masalah pada pokok bahasan Persamaan Linier Dua Variabel?

1.5.  Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1.      Untuk mengetahui apakah dengan pendekatan kontekstual kemampuan pemecahan masalah siswa dalam pelajaran matematika pada pokok bahasan Persamaan Linier Dua Variabel bias meningkat
2.      Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan siswa dalam pemecahan masalah pada pokok bahasan Persamaan Linier Dua Variabel.

1.6.  Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini, diharapkan diperoleh manfaat sebagai berikut:
1.      Sebagai bahan masukan bagi guru khususnya guru matematika untuk memberikan alternatif model pembelajaran dalam proses belajar mengajar di kelas.
2.      Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk bekerja sama dan berinteraksi dengan yang lain sehingga membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajar.
3.      Memberikan sumbangan pemikiran dan mengetahui kesulitan yang dialami siswa untuk peningkatan kualitas pengembangan pembelajaran matematika.
4.      Sebagai pedoman bagi penulis untuk diterapkan dilapangan dalam menjalankan tugas sebagai seorang  guru kedepannyanya.
5.      Sebagai bahan informasi lanjutan bagi peneliti lain.

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Belajar dan Pembelajaran Matematika
Soemanto (1983:98) menyatakan bahwa “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Menurut  Soemanto (1983:99) ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian tingkah laku dalam pengertian belajar adalah:
1.      Perubahan terjadi secara sadar
2.      Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
3.      Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
4.      Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
5.      Perubahan dalam belajar bertujuan atau berarah
6.      Perubahan mecakup seluruh aspek tingkah laku
Sardiman  (2003:20) menyatakan bahwa:
“Belajar adalah suatu aktifitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan-perubahan itu bersifat secara relative menetap berbekas.”
Dari kutipan diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku, mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang relative menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman.
Belajar akan membuahkan hasil bila didukung oleh situasi yang kondusif dan interaksi yang baik antara siswa yang melakukan proses belajar dan guru yang melakukan proses mengajar sehingga pembelajaran akan berjalan aktif.
Adapun yang dimaksud dengan pembelajaran, menurut Wardani dan  Kuswaya (2007:1.12), “Pembelajaran dapat diartikan sebagai usaha-
usaha dipihak lain yang dapat menghidupkan, merangsang, mengerahkan dan mempercepat proses perubahan perilaku belajar”.
 Pembelajaran juga merupakan suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau membangkitkan skill, attitude, idea (cita-cita), penghargaan dan pengetahuan.
Kunandar (2009)  menyatakan bahwa :
“Guru semestinya memandang sebagai tempat dimana masalah-masalah yang menarik dieksplor oleh siswa dengan menggunakan ide-ide matematika. Dengan berlandaskan kepada prinsip pembelajaran matematika  yang tak hanya sekedar Learning To Know melainkan juga meliputi Learning To Do, Leraning  To Be sehingga Learning To Live Together, maka pembelajaran matematika harusnya berdasarkan kepada pemikiran bahwa siswa yang harus belajar dan sebaiknya melakukan secara komverehensif.”
Dari pendapat-pendapat dapat disimpulkan bahwa peranan guru dalam pembelajaran sangat penting dimana guru harus mampu membentuk dan menggali talenta siswa yang mempunyai keragaman.

2.2  Kemampuan Pemecahan Masalah
Kemampuan merupakan daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil pembawaan dan latihan kemampuan menunjukan bahwa suatu tindakan dapat dilaksanakan.Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda baik dalam menerima, mengingat maupun menggunakan sesuatu yang diterimanya. Hal ini disebabkan bahwa setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam hal menyusun segala sesuatu yang diamati, dilihat, diingat maupun dipikirkannya. Siswa juga dapat berbeda dalam cara menerima, mengorganisasikan dalam cara pendekatan terhadap situasi belajar dan menghubungkan pegalaman-pengalamannya tentang pelajaran serta cara mereka merespon terhadap metode pengajaran.
Adapun tujuan kemampuan pemecahan masalah diajarkan kepada siswa yang dinyatakan oleh  Sanafiah (1982) adalah :
1.      Merumuskan masalah dari situasi sehari-hari dan matematika
2.      Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah sejenis dan masalah baru dalam atau di luar matematika.
3.      Menjelaskan / menginterprestasikan hasil sesuai permasalahan asal.
4.      Menyusun model matematika  dan menyelesaikannya untuk masalah nyata.
5.      Menggunakan matematika secara bermakna.
Untuk menjadi pemecah masalah yang baik seorang siswa membutuhkan banyak kesempatan untuk menciptakan dan memesahkan masalah dalam bidang matematika dan dalam konteks kehidupan nyata.
Dari uraian diatas bahwa kemampuan siswa setelah menguasai materi pelajaran matematika yang telah dipelajari secara benar adalah sanggup memecahkan masalah yang timbul dalam matematika. Kemampuan anak dalam pemecahan masalah sangat berkaitan dengan tingkat perkembangan mereka. Dengan demikian, masalah-masalah yang diberikan pada anak, tingkat kesulitannya harus sesuai dengan tingkat perkembangan mereka.
Memecahkan soal dalam bentuk cerita berarti menerapkan pengatahuan yang dimiliki secara teoritis. Dengan demikian inti dari belajar pemecahan masalah, supaya siswa terbiasa mengerjakan soal-soal yang tidak hanya mengandalkan ingatan yang baik saja, tetapi siswa diharapkan juga mengaitkan dengan situasi yang nyata yang pernah dialaminya atau yang pernah dipikirkannya.

2.3  Pendekatan Kontekstual
Sardiman  (2003:222) mengemukakan bahwa:
Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan tujuh konsep utama pembelajaran efektif yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, permodelan, refleksi dan penilaian sebenarnya.
Selanjutnya (Sardiman  :223) juga mengemukakan bahwa:
 Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual ( Contextual Teaching and Learning / CTL) adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil (mensimulasikan, menceritakan, berdialog, atau tanya jawab) kejadian pada dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami siswa kemudian diangkat ke dalam konsep yang dibahas.
 Sementara itu pendekatan kontekstual dalam strategi pembelajaran  adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pendekatan kontekstual ini perlu diterapkan mengingat bahwa sejauh ini pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapal. Melalui pendekatan kontekstual ini siswa diharapkan belajar dengan cara mengalami sendiri bukan menghapal. Berdasarkan uraian di atas terdapat tujuh komponen dalam pendekatan kontekstual yaitu :
2.3.1. Kontruktivisme (Contructivism)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dari  pendekatan kontekstual. Maksud kontruktivisme disini adalah pengetahuan dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak secara mendadak. Dalam hal ini, siswa harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata serta strategi yang diperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Karena itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan cara:
(1)   Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa;
(2)  Memberi kesempatan pada siswa menemukan dan menerapkan  idenya sendiri;
(3)    Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi belajar mereka
                       sendiri.
 Prinsip-prinsip dasar konstruktivisme dalam pembelajaran menurut Sardiman  (2003:223) adalah:
a)      Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa   lebih penting dari pada informasi verbalistis.
b)      Pengalaman siswa bisa dibangun secara asimilasi yaitu pengetahuan baru dibangun dari pengetahuan yang sudah ada maupun akomodasi yaitu pengetahuan yang sudah ada dimodofikasi untuk menyesuaikan hadirnya pengalaman baru.
c)      Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan strategi dan idenya sendiri dalam belajar.
d)     Pengetahuan  siswa tumbuh  dan  berkembang  semakin  dalam  dan semakin kuat apabila diuji dengan pengalaman baru.
2.3.2. Menemukan (Inquiri)
Menemukan merupakan kegiatan inti dari proses pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkan. Dalam pengertian menemukan sebagai inquiri, prinsip ini mempunyai seperangkat siklus, yaitu: observasi, bertanya, mengajukan, dugaan, mengumpulkan data, dan menyimpulkan.
Adapun prinsip-prinsip yang dipegang guru ketika menerapkan komponen inquiri dalam pembelajaran kontekstual menurut Sardiman  (2003 : 224) adalah:
a.       Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa
menemukan sendiri.
b.      Informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti
dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa.
c.       Siklus   inkuiri   adalah   observasi,   bertanya,   mengajukan,   dugaan
(hipotesis), pengumpulan data dan penyimpulan.
  Langkah-langkah kegiatan inquiri:
a.      Merumuskan masalah
b.      Mengamati/melakukan observasi
c.      Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan bagan, tabel dan karya lain.
d.      Mengkomunikasikan atau menyajikan hasilnya pada pihak lain (teman sekelas, guru dan audiens lain).
2.3.3. Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Dalam proses pembelajaran bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bentuk bertanya bisa dilakukan guru langsung kepada siswa untuk bertanya , kepada guru, kepada siswa lain atau kepada orang lain secara khusus. Bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis penemuan (inquiri), yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diteliti dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.
Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran kontekstual berkaitan dengan komponen bertanya menurut Sardiman  (2003 : 224) adalah:
  1. Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya.
  2. Konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui lebih melalui tanya jawab.
  3. Dalam rangka pemantapan pemahaman lebih efektif dilakukan lewat
    diskusi.
2.3.4. Masyarakat belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar (learning community) menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada komunikasi dua arah, yaitu guru terhadap siswa dan sebaliknya, siswa dengan siswa. Seseorang yang terlibat dalam masyarakat belajar akan memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Berbagai penelitian memang telah banyak menguji keberhasilan bentuk sharing pengetahuan ini, khususnya pembelajaran teman sebaya. Oleh karena itu, dalam kelas kontekstual guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar.
Prinsip-prinsip yang bisa diperhatikan guru ketika menerapkan pembelajaran kontekstual pada komponen learning community menurut Sardiman  (2008 : 225)  adalah:
a. Pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama / sharing dengan
pihak lain.
Sharing terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan saling menerima informasi.
b.   Masyarakat belajar terjadi apabila masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya sadar bahwa pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang dimiliki bermanfaat bagi yang lain.
2.3. 5. Pemodelan (Modelling)
Pemodelan maksudnya adalah bahwa dalam pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu harus ada model yang ditiru. Pemodelan akan lebih mengefektifkan pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual untuk ditiru, diadaptasi, atau dimodifikasi. Dengan adanya suatu model untuk dijadikan contoh biasanya akan lebih dipahami atau bahkan bisa menimbulkan ide baru. Pemodelan menurut versi CTL, guru bukan satu-satunya model melainkan harus memfasilitasi suatu model tentang "bagaimana cara belajar" baik dilakukan oleh siswa maupun oleh guru sendiri. Salah satu pemodelan dalam pembelajaran misalnya mempelajari contoh penyelesaikan soal, penggunaan alat peraga, cara membuat skema konsep. Pemodelan ini tidak selalu oleh guru, bisa oleh siswa atau media lainnya.
Prinsip-prinsip yang bisa diperhatikan guru ketika menerapkan pembelajaran kontekstual pada komponen modelling menurut Sardiman  (2003 : 226) adalah:
a.       Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan mantap apabila ada
model/contoh yang bisa ditiru.
b.      Model/contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, hasil karya dan model penampilan.
c.       Model bisa diperoleh langsung dari guru atau dari ahlinya.
2.3.6. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan oleh setiap peserta belajar. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Refleksi adalah berpikir kembali tentang materi baru dipelajari, merenungkan lagi aktivitas yang telah dilakukan atau mengevaluasi kembali bagaimana belajar yang telah dilakukan. Refleksi berguna untuk mengevaluasi diri, koreksi, perbaikan, atau peningkatan diri. Guru mengkoreksi dirinya, siswa dikoreksi oleh gurunya. Nilai hakiki dari prinsip ini adalah semangat instropeksi untuk perbaikan pada kegiatan pembelajaran berikutnya. Contoh dari refleksi adalah membuat rangkuman, meneliti, dan memperbaiki kegagalan, mencari alternatif lain cara belajar (learning how to learn).
Prinsip-prinsip yang bisa diperhatikan guru ketika menerapkan pembelajaran kontekstual pada komponen refleksi menurut Sardiman  (2003 : 227)  adalah:
a.       Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan
revisi atas pengetahuan sebelumnya.
b.      Perenungan merupakan respons atas kejadian, aktivitas, dari pengetahuan
baru.
c.       Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat.
2.3.7. Penilaian sebenarnya (Autentik Assesmen)
Assesmen autentik adalah penilaian yang dilakukan secara komperhensif berkenaan dengan seluruh aktivitas pembelajaran yang meliputi proses dan produk belajar sehingga seluruh usaha siswa yang telah dilakukan mendapat penghargaan. Memang, selama ini forma tes matematika cenderung menekankan pada pengujian produk bukan proses. Hal ini terjadi karena sistem dan aturan yang dikembangkan menuntut untuk melakukan tes hanya produk saja. Penilaian otentik seharusnya dilakukan dari berbagai aspek dan metode sehingga menjadi obyektif. Penilaian jenis ini memandang bahwa kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan hasil dan dengan berbagai cara. Tes adalah salah satunya. Itulah hakekat penilaian otentik.
Prinsip dasar yang perlu menjadi perhatian guru ketika menerapkan komponen penilaian autentik dalam pembelajaran menurut Sardiman  (2003 : 228) adalah:
a.        Penilaian autentik bukan menghakimi siswa, tetapi untuk mengetahui perkembangan pengalaman belajar.
b.       Guru menjadi penilai yang kontruktif yang dapat merefleksikan bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa menghubungkan apa yang mereka ketahui dengan bebagai konteks.
c.        Penilaian autentik dilakukan dengan berbagai alat secara berkesinambungan dari proses pembelajaran.
d.       Penilaian autentik dapat dimanfaatkan oleh siswa, orang tua, dan sekolah untuk mendiagnosis kesulitan belajar,umpan balik pembelajaran   dan untuk menentukan prestasi belajar.
Dari ketujuh komponen tersebut, pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang berlandaskan pada dunia kehidupan nyata (real world), berpikir tingkat tinggi, aktivitas siswa, aplikatif, berbasis masalah nyata, penilaian komperehensif dan pembentukan manusia yang memiliki akal sehat

2.4  Pengelolaan Kelas
Inti kegiatan suatu kelas adalah proses belajar mengajar (PBM). Kualitas belajar siswa banyak ditentukan oleh keberhasilan pelaksanaan PBM tersebut atau dengan kata lain banyak ditentukan oleh fungsi dan peran guru.
Pengelolaan kelas menurut  Surjana (2004) didefenisikan sebagai serangkaian tindakan yang dilakukan guru dalam upaya menciptakan kondisi kelas agar proses belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan tujuan.
 Surjana (2004) menyatakan bahwa:
“Seringkali pengelolaan kelas dipahami sebagian pengaturan ruangan kelas yang berkaitan dengan sarana seperti tempat duduk, lemari buku dan alat-alat mengajar di kelas hannyalah sebagaian kecil  saja, yang terutama adalah pengkondisian kelas, artinya bagaiman guru merencanakan, mengatur, melakukan berbagai kegiatan di kelas, sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dan berhasil dengan baik.”
Dalam pengelolaan kelas ada dua subjek yang memegang peranan penting yaitu guru dan siswa. Guru sebagai pengelola, sebagian pemimpin mempunyai peranan yang lebih dominan dari siswa. Motivasi kerja guru dan gaya kepemimpinan guru merupakan komponen yang akan ikut menentukan sejauh mana keberhasilan guru dalam mengelola kelas.
Dari kajian di atas dapat disimpulkan pengelolaan kelas adalah upaya yang dilakukan guru untuk mengkondisikan kelas dengan mengoptimalisasikan berbagai sumber yang ditujukan agar proses belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan perencanaan dan tujuan yang ingin dicapai

2.5  Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV)
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak masalah yang dapat diselesaikan dengan menerapkan penyelesaian sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV). Masalah-masalah ini biasanya berbentuk soal cerita. Ketika kita menjumpai suatu soal cerita, sering kali kita tidak dapat dengan segera mengenali konsep atau model matematika seperti apa yang dapat digunakan untuk memecahkannya. Oleh karena itu, diperlukan strategi khusus untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Untuk itu akan dipaparkan mengenai SPLDV.

2.5.1        Persamaan linier satu variabel
Di kelas I telah dibahas mengenai persamaan linier satu variabel. Untuk mengingat kembali, perhatikan persamaan – persamaan berikut ini :
1. 2x + 5 =7                       2. p = 3p+6
3. 3n –2  =13                     4.
Masing–masing persamaan di atas hanya memiliki satu variabel yaitu x, p, n  dan m dengan masing–masing variabelnya berpangkat satu. Persamaan yang memiliki satu variabel dan peubahnya berpangkat satu disebut persamaan linier dengan satu variabel (peubah).
Sebagai contoh persamaan linier satu variabel dalam masalah kontekstual adalah :
Hasrie ingin membeli 2 buah CD.Ia membayar dengan uang Rp 50.000,00 dan menerima kembalian sebesar Rp 6.000,00. Berapakah harga satu buah CD? 
Penyelesaian:
Diketahui   : 2 buah CD dan uang Rp 6.000,00 adalah Rp 50.000,00
Ditanya     : harga satu buah CD
Jawab         :

Pemodelan :

















=



+





Rp 6.000,00
Rp 50.000,00
 






Strategi penyelesaian :
-=     






Rp 6.000,00

Rp 50.000,00

 


=           



Rp 44.000,00
 


           





=



Rp 22.000,00
 


Dari pemodelan di atas, dapat dibuat ke dalam model matematika :
Misalkan : CD = x
Model matematikanya :
2x + Rp 6.000,00 = Rp 50.000,00
2x = Rp 50.000,00 – Rp 6.000,00
                        2x = Rp 44.000,00
                          x = Rp 22.000,00
 Jadi harga satu buah CD adalah Rp 22.000,00

2.5.2    Persamaan linier dengan dua variabel (PLDV)
Perhatikan persamaan berikut 3x + 2y =6 ! Persamaan ini memiliki dua variabel yaitu x dan y, dan masing–masing variabel tersebut berpangkat satu. Persamaan 3x + 2y = 6 ini disebut persamaan linier dengan dua variabel (peubah).
Contoh persamaan linier dua variabel dalam masalah kontekstual.
Hasrie membeli sepasang sepatu dan sandal dari sebuah toko sepatu. Jika ibu membayar dengan uang Rp 100.000,00. Berapakah harga sepasang sepatu dan sandal?  
Penyelesaian:
Diketahui : harga sepasang sepatu dan sandal adalah Rp 100.000,00
Ditanya     : harga sepasang sepatu dan sepasang sandal
Jawab        :
Pemodelan :

















?



=






?


=


 




Strategi penyelesaian :






+


=



Rp 100.000,-
 



      Jika           





=



Rp 70.000,-
 



     Maka









=



Rp 30.000,-

 



Pemodelan diatas dapat diubah ke dalam model matematika yaitu:
Misalkan : sepatu = p
                  sandal = q
Maka : p +q = Rp 100.000,00
                  p = ?
                  q = ?
Diperoleh :
Jika p = Rp 70.000,00 maka p + q = Rp100.000,00
                           Rp 70.000,00 + q =Rp100.000,00
                                                     q = Rp100.000,00 -  Rp70.000,00
                                                     q = Rp 30.000,00
Jadi harga sepasang sepatu Rp 70.000,00 dan sepasang sandal Rp 30.000,00

2.5.3    Sistem Persamaan Linier Dengan Dua Variabel (SPLDV)
Persamaan-persamaan dikatakan suatu sistem karena ada ikatan antara persamaan yang satu dengan yang lainnnya. SPLDV terdiri dari dua PLDV yang saling terkait, dalam arti penyelesaian dari SPLDV harus sekaligus memenuhi kedua PLDV pembentuknya.

Contoh :
Harga satu buah celana sama dengan harga satu buah baju ditambah Rp 30.000,00. Jika Hasrie berhasil menjual 3 buah baju dan dua buah celana, dia memperoleh uang Rp 310.000,00. Berapa harga untuk setiap baju dan celana?

Persamaan (i)























+





=



Rp 30.000,00

 








Persamaan (ii)

























=


+






Rp 310.000,00


 








Masukkan persamaan (i) ke persamaan (ii) sehingga dapat diperoleh
























































+


=








Rp 310.000,00







Rp 30.000,00



Rp 30.000,00
















=












Rp 250.000,00













=





Rp 50.000,00

 













Tukar baju dipersamaan (i) dengan uang Rp 50.000,00



























+


=





Rp 30.000,00













+


=





Rp 50.000,00




Rp 30.000,00



 








Sehingga dapat diperoleh harga dari baju


 




Bentuk pemodelan di atas dapat di ubah ke dalam model matematika yaitu :
Misalkan kemeja = x  celana  = y
Model matematika :
y = x + Rp 30.000,00 …………..pers. (i)
3x + 2y = Rp 310.000,00 ………..pers (ii)
Masukkan pers.(i) ke pers.(ii) sehingga dapat diperoleh
3x + 2 (x +Rp 30.000,00) = Rp310.000,00
3x + 2x  +  Rp 60.000,00  = Rp310.000,00
             5x = Rp250.000,00
                                       x = Rp50.000,00
Tukarkan x = Rp 50.000,00  ke pers (i)
Sehingga y = x + Rp 30.000,00
                y = Rp 50.000,00 + Rp 30.000,00
                 y = Rp 80.000,00
Jadi harga celana Rp 80.000,00 dan harga baju Rp 50.000,00.

2.6  Kerangka Konseptual
Matematika adalah ilmu dasar yang objek kajiannya adalah abstrak sehingga tidak jarang siswa mempelajari konsep dari prinsip-prinsip serta operasi yang ada dalam matematika maka dapat dipastikan siswa mengalami kesulitan memecahkan masalah, sebab salah satu kegunaan konsep dan prinsip dalam matematika adalah penyelesaian masalah. Setiap aktivitas yang dilakukan dengan sadar pasti memiliki tujuan. Seseorang memiliki tujuan yaitu agar pada diri seseorang tersebut terjadi perubahan baik dalam pengetahuan maupun pengalamannya pada materi yang dipelajari.
Dalam pemecahan masalah, siswa harus melihat secara jelas kegunaan matematika di dalam kehidupan nyata dan melihat manfaat langsung belajar matematika, sehingga timbul dari dalam diri siswa motivasi untuk belajar matematika. Hal yang esensial dalam pemecahan masalah siswa dimampukan dan terampil memecahkan masalah dalam hal ini siswa terpancing berpikir, menganalisa, bertanya dan berdiskusi baik terhadap guru maupun terhadap temanya, jadi siswa terlihat aktif dalam proses pembelajaran.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah pendekatan kontekstual. Dengan pendekatan kontekstual, siswa diarahkan untuk mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan kontekstual dilakukan untuk membantu siswa dalam proses berpikir yang logis dalam memecahkan masalah, meningkatkan rasa demokrasi, memahami gambaran matematik yang melatari suatu masalah, yang tidak bisa didapatkan hanya dari hapalan semata, serta akan lebih mudah dalam mentransfer ilmunya ke bidang lain sehingga penguasaan konsep akan meningkat. Dengan pendekatan kontekstual ini diharapkan siswa dapat menerapkan pembelajaran bermakna yang akan mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
                Keberadaan guru dalam pedekatan ini adalah sebagai pemberi masalah yang sesuai dengan jangkauan pemikiran siswa, tetapi tetap memenuhi syarat-syarat suatu masalah disamping itu guru harus mampu membangkitkan keinginan siswa dalam menyelesaikan masalah yang dikerjakan dengan memberi sejumlah dorongan dan bantuan, terlebih saat siswa memadukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Pemahaman siswa terhadap konsep-konsep Sistem Persamaa Linier Dua Variabel yang telah diajarkan guru dan penggunaan pendekatan pembelajaran yang dipakai dalam menyelesaikan hal dengan benar serta menjadi pondasi yang kokoh dalam menyelesaikan soal-soal yang berhubungan dengan Sistem Persamaa Linier Dua Variabel.
Pada penelitian ini yang menjadi objek pengamatan adalah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dengan pendekatan kontekstual ini diharapkan berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa.



















BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 MILA  yang berlokasi di Jl.Jabal Ghafur Kab.Pidie dan pelaksanaannya pada semester II Tahun Ajaran 2010/2011.

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 MILA (Sigli) Tahun Ajaran 2010/2011.

3.2.2. Sampel Penelitian
 Sampel penelitian ini adalah  siswa kelas VIII-A SMP Negeri 1 MILA yang berjumlah 36 orang.

3.3. Jenis Penelitian
            Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Researc). Sesuai dengan jenis penelitian ini, maka penelitian ini memiliki tahap-tahap penelitian berupa siklus.


3.4. Prosedur Penelitian
            Sesuai dengan jenis penelitian ini, yaitu penelitian tindakan kelas, maka penelitian ini memiliki beberapa tahap yang merupakan suatu siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang akan dicapai. Pada penelitian ini akan dilaksanakan dua siklus yaitu:

Siklus I
  1. Orientasi Lapangan (Rencana Awal)
a.       Melakukan observasi di sekolah
Observasi dan evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran matematika dilakukan untuk memperoleh gambaran pelaksanaan pembelajaran matematika selama ini.
b.      Mengidentifikasi masalah
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:
1.      Membuat  test awal
2.      Memberikan test awal
3.      Menganalisis hasil test awal sehingga didapat kesimpulan dari hasil test awal yang telah dilakukan. Hasil refleksi ini digunakan sebagai dasar untuk tahap perencanaan tindakan I.
  1. Tahap Perencanaan Tindakan I
Tahap perencanaan tindakan dilakukan berdasarkan hasil test awal.  Pada tahap ini direncanakan tindakan I yaitu:
a.       Menyusun skenario pembelajaran (RPP)
b.      Menyusun soal atau tes yang akan digunakan untuk melihat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
c.       Menyusun lembar observasi
  1. Tahap Pelaksanaan Tindakan I
Setelah rencana tindakan I disusun, maka tahap selanjutnya adalah pelaksanaan tindakan I, yaitu:
a.       Melakukan kegiatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual seperti dalam rencana pembelajaran yang telah dibuat oleh peneliti. Peneliti bertindak sebagai guru sedangkan dilibatkan seorang pengamat  (observer) yang akan memberi masukan tentang pembelajaran yang sedang berlangsung.
b.      Pada akhir pertemuan, siswa diberi post test kemampuan pemecahan masalah matematika yang dikerjakan secara individu sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan.
c.       Dari tes hasil belajar tersebut diketahui siswa mana yang belum tuntas belajar.
d.      Data yang diperoleh dari post test kemampuan pemecahan masalah matematika dan observasi yang dilakukan dianalisis melalui tahap-tahap, yaitu mereduksi data, menyajikan data.
  1. Tahap Refleksi I. Kesimpulan dari analisis data dijadikan refleksi untuk melihat ketuntasan belajar siswa. Hasil refleksi ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk tahap perencanaan pada siklus berikutnya.
Siklus II
            Dalam siklus II ini permasalahan belum dapat diidentefikasi secara jelas karena data hasil pelaksanaan siklus I belum diproleh. Jika masalah masih ada, maka dilaksanakan tahapan seperti siklus I.
Desain Penelitian



Rencana Awal
 
 
























Rencana Yang Direvisi
 





Observasi
 

Tindakan
 


















Refleksif
 







Siklus Selanjutnya
 
                 

Gambar 2.2
Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis & Teggart
3.5  Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data, dalam penelitian ini digunakan beberapa alat pengumpul data yaitu: tes dan lembar observasi.

3.5.1        Tes
Tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes tertulis berbentuk uraian. Peneliti menggunakan tes tertulis berbentuk uraian untuk menghindari sistem menebak. Tes ini digunakan untuk mengukur adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Tes ini terdiri dari pre test dan post test. Data yang didapat dari pelaksanaan pre test digunakan sebagai bahan acuan dalam pengelompokan siswa dengan kriteria siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah.

3.5.2        Lembar Observasi
Pedoman observasi ( terlampir) berisi sebuah daftar jenis kegiatan yang mungkin timbul dan akan diamati. Dalam proses observasi , observer (pengamat) tinggal memberi tanda checklist pada kolom tempat peristiwa muncul. Adapun perannya adalah mengamati aktivitas pembelajaran yang berpedoman pada lembar observasi yang telah disiapkan peneliti., serta memberikan penilaian berdasarkan pengamatan yang dilakukan. Dari hasil observasi yang dilakukan maka akan diperoleh data tentang kemampuan guru (dalam hal ini yang bertindak sebagai guru adalah peneliti) dalam mengelola pembelajaran dengan pendekatan kontekstual pada pokok bahasan SPLDV.
3.6  Teknik Analisa Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:
3.6.1        Mereduksi Data
Setelah dilakukan tes awal, selanjutnya dikoreksi, dipelajari dan ditelaah untuk menggolongkan dan mengorganisasikan jawaban-jawaban siswa.
3.6.2        Nilai Tes
Hasil dari nilai tes dianalisis secara deskriptif. Siklus I dan Siklus II dilaksanakan di kelas VIII-A. Data dari post test belajar pada siklus I kemudian dibandingkan dengan data dari post test dari siklus II untuk melihat apakah ada peningkatan dalam kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Hasil tes tersebut diberi skor, kemudian dianalisis nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata kelas, dan ketuntasan belajarnya.
Data yang diperoleh dari post test pada siklus I dan siklus II kemudian dibuat persentasenya dan diklasifikasikan sesuai kategori seperti tabel 3.1 berikut ini:
Tabel 3.1
Klasifikasi Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah  Siswa
Rentang Nilai
Kategori
90-100 %
80-89 %
65-79 %
55-64 %
0-54 %
Kemampuan sangat tinggi
Kemampuan tinggi
Kemampuan sedang
Kemampuan rendah
Kemampuan sangat rendah
Dikatakan mencapai tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa apabila mencapai paling sedikit kemampuan sedang.
1)      Nilai minimum, nilai maksimum dan nilai rata-rata
Nilai minimum adalah nilai terkecil dari keseluruhan nilai yang diperoleh siswa dalam satu pokok bahasan, sedangkan nilai maksimum adalah nilai terbesar dari keseluruhan nilai yang diperoleh siswa dalam satu pokok bahasan. Nilai rata-rata kelas yaitu jumlah dari keseluruhan nilai yang diperoleh siswa untuk setiap pokok bahasan dibagi dengan jumlah siswa.
2)      Ketuntasan  belajar
Tes hasil belajar, guru melakukan penilaian terhadap jawaban siswa dan mengklasifikasikan siswa berdasarkan  taraf penguasaan dengan rumus:
Ø  PPH =
Keterangan:
PPH           : Persentase Penilaian Hasil
x                : Jumlah skor yang diperoleh siswa
y                : Skor maksimum ideal

Ø  PKK =
Keterangan:
PKK          : Persentase Ketuntasan Klasikal
M               : Banyaknya siswa yang PPH  65 %
N               : Banyaknya siswa
Kriteria:
0 %  PPH < 65 %                 Siswa belum tuntas dalam belajar
65 %  PPH   100 %           Siswa sudah tuntas dalam belajar
PPK   85 %                          Kelas sudah tuntas dalam belajar
Jadi seorang siswa dikatakan sudah tuntas dalam belajar jika telah memenuhi Kriteria Persentase Penilaian Hasil minimal 65 %. Tindakan akan berhenti apabila 85 % siswa dalam kelas tersebut sudah mencapai ketuntasan dalam belajar minimal 65 % (PPH   65 %).
Pada akhir setiap siklus, peneliti akan menganalisa data yang diperoleh dari hasil observasi dan tes. Hal ini akan dijadikan dasar untuk melanjutkan siklus atau tidak.
Indikator keberhasilan dalam penulisan ini adalah:
-                Dari hasil observasi, pembelajaran termasuk dalam kategori baik atau sangat baik
-                Tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa mencapai kriteria paling sedikit kemampuan sedang.
-                Ketuntasan belajar tercapai jika 75% siswa memperoleh nilai  65%
Bila indikator keberhasilan diatas tercapai maka pengajaran yang dilaksanakan peneliti dapat dikatakan berhasil. Tetapi bila indikatornya belum tercapai maka pengajaran yang dilaksanakan peneliti belum berhasil dan akan dillanjutkan ke siklus berikutnya.


3.6.3        Hasil Observasi
Hasil observasi dianalisis secara deskriptif. Observasi dilakukan untuk mengamati seluruh kegiatan peneliti dan perubahan yang terjadi saat pembelajaran. Untuk menilai hasil observasi digunakan rumus:
Nilai =
Dengan criteria penilaian:       85 – 100          Sangat Baik
                                                75 – 84,9         Baik
                                                65 – 74,9         Cukup
                                                        < 65         Kurang
Dalam hal ini kemampuan pemecahan masalah dikatakan meningkat apabila persentase ketuntasan individual dan ketuntasan klasikal yang diperoleh siswa semakin meningkat dari tes awal yang diberikan sampai pada tes yang dilakukan pada setiap siklusnya serta sekurang-kurangnya 75% siswa memperoleh nilai tes kemampuan pemecahan masalah. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar berdasarkan kriteria pendidikan jika siswa tidak mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan setelah mengikuti ulangan / penilaian.